Penjara adalah tempat hunian orang-orang bersalah dan melanggar
hukum, tapi benarkah orang yang dipenjara itu selalu bersalah dan melanggar
hukum. Cerita tragis dibawah ini tentunya bisa menjadi renungan buat kita semua
bahwa orang-orang yang dipenjara itu belum tentu mereka bersalah, mereka adalah
orang-orang korban politik akibat nafsu serakah orang-orang yang ingin mencari
kekuasaan dengan jalan yang paling tragis dalam sejarah hitam Bangsa Indonesia
Penjara tempat buangan orang-orang korban politik itu, kini memang
sudah tiada lagi karena sejak tahun 1984, penjara yang berlokasi di kawasan
Bukit Duri jakarta selatan itu akhirnya ditutup dan dibongkar, kini bekas
penjara itu sudah berubah menjadi komplek pertokoan Bukit Duri Plaza, tidak
terlihat sama sekali bahwa disana pernah berdiri sebuah penjara besar yang dulu
penuh sesak dengan tahanan politik tahun 1968 s/d 1979, para anggota dan
aktifis Gerakan Wanita Indonesia pernah dipenjara disini.
Lokasi penjara tersebut dekat dengan kawasan kampung melayu,
menurut sejarah, penjara itu dulunya merupakan benteng pertahanan kolonial
belanda pada tahun 1600-an, Pagar berduri dibangun di sepanjang tepi sungai
ciliwung, letak benteng itu memang agak tinggi sehingga menyerupai sebuah bukit
kecil jika dilihat dari seberang sungai, konon inilah awal nama dari kawasan
Bukit Duri.
Wilayah itu dulu tempat yang sangat menyeramkan, sering ada
teriakan-teriakan para penghuni penjara yang sedang disiksa oleh petugas penjara.
Kehidupan penjara bukit duri memang sangat menyedihkan, para penghuni penjara
makan dengan pingset karena nasinya dicampur dengan beling dan pasir, perilaku
kejam ini adalah bagian dari upaya pemerintah Orde Baru yang ingin membuat
mereka mati secara perlahan-lahan.
Beragam penyiksaan sudah bukan sesuatu yang aneh dipenjara
tersebut, namun secara umum penyiksaan lebih kejam justru terjadi ketika para
tawanan wanita ini dibawa ketempat lain, istilah kerennya dibon atau dipinjam,
nasib tahanan pun bergantung tempat dimana dia dibon, banyak diantara mereka
tidak kembali ke tahanan, mungkin mereka di eksekusi di tempat lain.
Akibat rasa ketakutan yang luar biasa terkait kondisi didalam
penjara. Akhirnya mendorong niat dan tekad yang bulat dari tiga orang wanita
penghuni penjara tersebut berusaha untuk melarikan diri, mereka melarikan diri
hanya mengenakan celana dalam, lari menyebrangi sungai, teriakan-terikan
petugas penjara terdengar keras sambil mengejar mereka. Tak lama kemudian
akhirnya pelarian tiga wanita tersebut berhasil ditangkap kembali sambil
dipukuli tanpa perikemanusian oleh petugas penjara. Sudah dapat ditebak nasib
ketiga tahanan wanita itu, tentunya akan berujung pada derita berkepanjangan
bahkan kematian siap menanti mereka.
Penjara Bukit Duri kini memang sudah runtuh dan telah berubah
menjadi komplek pertokoan Bukit Duri plaza yang telah menjadi saksi bisu dari
sejarah kelam mereka yang ditahan tanpa pengadilan dan tak akan pernah
dilupakan oleh mantan tahanan penjara wanita Bukit Duri. Namun selain penjara
Bukit Duri ada lagi tempat tahanan para Gerakan Wanita Indonesia ini yaitu di
kamp plantungan atau pulau burunya kaum wanita, bagi orang-orang eks Tahanan
Politik (PKI) Plantungan merupakan Pulau burunya Gerwani atau Gerakan Wanita
Indonesia. Lokasi penjara Plantungan berada didaerah Kendal, Jawa Tengah.
Kehidupan para tahanan politik wanita di plantungan sarat dengan
tindak kekerasan fisik maupun mental, disana mereka dijaga oleh para tentara
yang semuanya laki-laki, pelecehan seksual dan perkosaan tak jarang menimpa
mereka, beberapa diantaranya bahkan sampai hamil dan melahirkan di kamp tahanan
plantungan tanpa tahu siapa bapak dari anak yang dikandungnya.
Begitu kejam nasib yang dialami oleh para aktifis Gerakan Wanita
Indonesia padahal kebanyakan dari mereka adalah berpendidikan sebagai guru atau
berprofesi secara tak langsung sebagai tenaga pengajar yang mendedahkan
pentingnya ketrampilan dan pengetahuan bagi sesama kaumnya untuk hidup sejajar
dengan laki-laki, mereka merupakan lirik lagu : ”Pendekar Kaumnya Untuk
Merdeka“.
Para pemimpin Gerwani terdiri dari kaum intelektual, cerdik
pandai, pendidik maupun kaum aktifis buruh dan tani. Mereka telah menghimpun
kaum perempuan untuk berjuang terhadap kesetaraan gender, penolakan terhadap
poligami dan perlunya perempuan terlibat dalam proses politik merupakan
beberapa agenda yang mereka usung, Aktifitas Gerwani punya nyali yang besar dan
lantang menentang berbagai bentuk diskriminasi Gender yang kala itu masih
menggejala, meneriakkan penentangan model sosial Patriarkhi yang menyelimuti
relasi sosial di berbagai bidang. Pergerakan yang sangat Progresif ini
senantiasa mewarnai percaturan politik tanah air di zaman Bung Karno berkuasa.
Gerwani menentang prostitusi, membela korban pemerkosaan dan
berjuang menentang kerusakan moral yang diasosiasikan dengan dansa gila-gilaan
dan musik ngak ngik ngok. Dipihak lain dengan sungguh-sungguh Gerwani memainkan
perannya sebagai penjaga moral keluarga manipolis dan masyarakat secara
menyeluruh. Mereka harus bekerja keras, belajar, tulus, sederhana dan gigih,
optimistis akan hari depan sosialis gemilang yang menanti mereka. Dan yang
paling membuat takut kaum konservatif ialah gambaran kader Gerwani dalam bentuk
kombinasi ibu yang sadar politik dan patriot militant yang menantang kaum
laki-laki di arena publik, dimana secara tradisonal menjadi wilayah laki-laki.
Dalam perjalanan sejarahnya terbukti mereka berhadapan secara antagonistik
dengan kekuatan konservatif yang begitu mendalam hingga membuat Gerwani
kemudian terinjak-injak dengan cara yang diluar akal sehat manusia.
Semua akibat propaganda Orde Baru yang merasuk sampai pada jiwa
manusia masyarakat Indonesia paling dalam, mengaitkan Gerwani sebagai komunis
dengan fitnah PKI lalu dikaitkan dengan kekacauan yang dilambangkan dengan
perilaku seksual yang buruk perempuan komunis. Pelestarian kekuasaan mereka
ditopang oleh penciptaan ulang terus menerus perihal mitos binatang komunis
yang sesat. Dalam hal ini fitnah dongeng lubang buaya ciptaan rezim Orde Baru
sangat dipercaya oleh kalangan masyarakat luas. Wanita-wanita itu dituduh
menari setengah telanjang di depan para jenderal. Sementara para komunis pria
menyiksa para jenderal, para wanita menyayat kemaluan para pimpinan TNI AD.
Malam kelam 1 Oktober itu pun dihabiskan dengan pesta seks. Itulah propaganda
Orde Baru soal Gerwani. Pemerintahan Soeharto menyebut mereka adalah penyiksa
para jenderal dan pelaku seks bebas.
Dampak dari pengakuan dan kabar bohong yang begitu cepat menyebar
itu membuat aktifitas Gerwani berhenti total karena mereka di kaitkan terlibat
dalam peristiwa Gestapu, para aktifis Gerwani di tangkap, di penjarakan tanpa
melalui proses hukum dan tanpa tahu kapan mereka akan di lepaskan, berbagai
macam siksaan fisik dan psikis menimpa mereka selama puluhan tahun, Kaum
perempuan Gerwani tidak hanya mengalami penderitaan karena di tangkap, di
tahan, di penjarakan, di buang, di siksa tetapi juga di telanjangi dan di
perkosa bergiliran dan di lecehkan martabat kemanusiaannya, di hancurkan rumah
tangganya, pendeknya mereka mengalami penderitaan luar biasa lahir dan batin
Sungguh nama baik Gerwani yang telah mengabdikan dirinya untuk Ibu
Pertiwi dan Rakyat kecil umumnya sebagai kelanjutan dari cita-cita Kartini
telah di nodai dan di rusak habis-habisan dengan fitnah jahat tiada tara,
Stigma sebagai perempuan a-moral tak ber-Tuhan, bahaya laten, stigma khusus
bagi Gerakan Wanita Indonesia, Organisasi Perempuan yang selalu di kaitkan
dengan PKI tak pernah di klarifikasi. Stigma yang di ciptakan oleh suatu Rezim
itu lantas seperti menjadi bagian dari tubuh. Stigma tarian harum bunga hanya
propaganda rezim orde baru untuk menciptakan atmosfer histeria di seluruh
Indonesia yang telah mendorong pembantaian lebih dari setengah juta orang dengan
cara paling mengerikan, tanpa melalui proses pengadilan.
Apakah stigma itu harus di bawa sampai ke titik akhir hidup ketika
perjuangan untuk menghapuskannya, bagaikan sepekat terowongan di dalam
terowongan, di situ masa lalu bergeming di lorong waktu yang diam dan secercah
sinar yang pernah muncul di ujung jauh terowongan kembali ditelan kegelapan.
maka dengan upaya bersama semua pihak yang peduli, terlebih kaum sejarawan dan
aktifis perempuan, hari depan ini akan memberikan tempat yang layak dan bersinar
terang bagi Gerwani dalam Sejarah Bangsa.
Berita Lainnya :