Semua berawal dari keinginan untuk melakukan uji coba terhadap
kekuatan dasar hukum dan sekaligus sosialisasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Keinginan uji coba ini saya praktekkan
secara langsung, ternyata seperti apa yang sudah saya duga sebelumnya yaitu
masih lemahnya dasar hukum yang kuat dari pemasangan rambu lalu lintas di jalan
raya dan lemahnya pengetahuan petugas lalu lintas tentang peraturan
perundang-undangan.
Uji coba ini saya praktekkan secara langsung dan saya lakukan
bukan hanya di Kota Depok tempat tinggal saya, tapi juga saya lakukan di
Jakarta dan daerah sekitarnya, malah pernah saya lakukan juga di Kota Bandung.
Walaupun awalnya memang butuh keberanian untuk berargumentasi dengan petugas
lalu lintas kepolisian yang berdinas di jalan raya.
Uji coba pertama kali ini saya lakukan di Kota Depok pada tikungan
jalan yang ada tanda rambu lalu lintas di larang belok, berikut ceritanya :
Setelah kendaraan yang saya kemudikan berbelok pada tikungan jalan
yang bertanda di larang belok, tiba-tiba kendaraan saya di stop oleh petugas
lalu lintas. Seperti biasa selalu terucap dari mulut petugas, Maaf selamat
siang pak, boleh meminta kartu SIM bapak kata petugas lalu lintas dengan ramah.
Lalu saya jawab, maaf pak salah saya apa, pura-pura tidak tahu. Jawab petugas,
Bapak telah melanggar lalu lintas karena belok di tikungan yang ada tanda
larangan belok. Lalu saya pun menjawab, apakah sudah ada Peraturan Daerah di
Kota Depok tentang pemasangan rambu lalu lintas.
Di luar dugaan saya, petugas lalu lintas tersebut menjawab, wah
itu mah urusan Walikota bukan urusan saya. Karena mendapat jawaban seperti itu
akhirnya saya pun dengan tegas mengatakan, waduh bagaimana bapak mau menegakkan
peraturan kalau aturannya sendiri bapak tidak tahu. Namun dengan arogannya
petugas tersebut malah mengatakan, kamu jangan melawan dan ngatur saya.
Akhirnya setelah terjadi perdebatan yang panjang, lalu saya
keluarkan buku Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan serta Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Manajemen
dan Rekayasa, Analisis Dampak serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas. Peraturan
perundang-undangan itu memang sudah saya jilid dalam bentuk buku yang memang
sengaja sudah saya persiapkan sebelumnya untuk melakukan uji coba ini.
Setelah saya tunjukkan tentang ketentuan yang ada, mulai dari
pasal demi pasal terutama terkait dengan ketentuan tentang pemasangan rambu
lalu-lintas yang di jelaskan dalam Undang-Undang bahwa Rambu Lalu Lintas adalah
bagian perlengkapan Jalan yang berupa lambang, huruf, angka, kalimat, dan/atau
perpaduan yang berfungsi sebagai peringatan, larangan, perintah, atau petunjuk
bagi Pengguna Jalan.
Pasal 25 ayat 1 mengatakan Setiap jalan yang di gunakan untuk
Lalu Lintas umum wajib di lengkapi dengan perlengkapan jalan berupa rambu lalu
lintas dan ayat 2 mengatakan Ketentuan lebih lanjut mengenai perlengkapan Jalan
sebagaimana di maksud pada ayat (1) di atur dengan Peraturan Pemerintah.
Selanjutnya pasal 26 ayat 1 huruf c mengatakan bahwa Penyediaan
perlengkapan jalan sebagaimana di maksud dalam Pasal 25 ayat (1) di
selenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota untuk jalan kabupaten/kota dan
jalan desa. Saya sampaikan juga tentang pasal 103 ayat 4 yang mengatakan bahwa
Ketentuan lebih lanjut mengenai kekuatan hukum Alat Pemberi Isyarat Lalu
Lintas, Rambu Lalu Lintas, dan/atau Marka Jalan di atur dengan Peraturan
Pemerintah.
Agar petugas lalu lintas tersebut tidak penasaran, saya jelaskan
juga tentang isi Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2011, terutama pasal 26
ayat 1 dan 2 yang mengatakan bahwa ketentuan mengenai perintah, larangan,
peringatan, dan/atau petunjuk yang bersifat umum di semua ruas jalan kota di atur
dengan Peraturan Daerah Kota. Ketika sampai pada penekanan tentang adanya
Peraturan Daerah Kota terkait dengan pemasangan rambu lalu lintas saya tanyakan
kembali kepada petugas lalu lintas. Apakah ada Peraturan Daerah di Kota Depok
tentang pemasangan rambu lalu lintas.
Ternyata di luar dugaan saya, petugas tersebut langsung menyuruh
saya untuk melanjutkan perjalanannya. Mungkin petugas tersebut tidak mau pusing
menjawab pertanyaan dan argumentasi yang sudah saya lakukan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kasus seperti diatas ternyata tidak hanya terjadi di Kota Depok,
begitu juga dengan daerah-daerah yang lain seperti Jakarta dan sekitarnya
bahkan Kota Bandung pernah saya lakukan, Semua saya lakukan selalu dengan
argumentasi yang sama dan hasil yang sama serta tidak jauh berbeda, saya selalu
menang ketika kasus pelanggaran rambu lalu lintas itu terjadi.
Dari studi kasus ini seyogjanya daerah-daerah dapat menjabarkan
arti dari pengaturan yang di maksud dalam Peraturan Pemerintah adalah ketentuan
mengenai perintah, larangan, peringatan, dan/atau petunjuk yang bersifat umum
di semua ruas jalan kota di atur dengan Peraturan Daerah Kota, Maka dengan
ketentuan itu seharusnya Daerah-Daerah dapat segera menerbitkan Peraturan
Daerah tentang Pemasangan rambu lalu lintas, hal ini penting dan perlu di
lakukan agar ada dasar hukum yang kuat bagi petugas lalu lintas untuk
melaksanakan tugasnya dengan baik. Karena faktanya hampir seluruh Kabupaten dan
Kota di Indonesia mereka tidak mempunyai Peraturan Daerah sebagaimana di maksud
dalam Peraturan Pemerintah.
Peraturan memang harus di tegakkan, apalagi berkaitan dengan rambu
lalu lintas yang memang harus kita patuhi bersama karena demi kenyamanan dan
keselamatan berlalu lintas, tindakan uji coba yang saya lakukan itu hanya
semata-mata untuk menguji sampai sejauh mana dasar hukum yang kuat bagi petugas
lalu lintas untuk mengambil tindakan tegas bagi pelanggaran lalu lintas. Semoga
informasi ini berguna dan bermanfaat untuk kita semua.
Berita Lainnya :
* Humor Anak Depok* Angelina Sondakh Hamil Sebelum Nikah
* Pidato SBY Membuat Kader Demokrat Menangis
* Godaan Bintang Film Porno Terhadap Presiden SBY
* Uang Palak Atau Jatah Preman Ketua Majelis Syuro PKS
* Cerita Tragis Pelarian Tiga Wanita Indonesia Dari Penjara